ANAK KANGURU NAIK KE KANTUNG INDUKNYA UNTUK ISTIRAHAT DAN MAKAN ("AKU TAHU!" : Asal Tahu Saja, Suranto Adi Wirawan, 2010)

Minggu, 11 Desember 2011

Momok Bernama Ujian Nasional (2)

Setiap guru di depan siswa, selalu membicarakan tentang UNAS. Kepala sekolah sampai tidak bisa tidur dengan nyenyak karena memikirkan UNAS. Sementara siswa lebih suka merenung dan berdiam diri membayangkan seandainya dirinya tidak lulus. Ketika diadakan uji coba UNAS dan siswa yang tidak lulus menjadi bingung, putus asa, stres dan akhirnya menangis tanpa ada sebab yang jelas.
Kemampuan intelegensi siswa pastilah beragam, tetapi dalam menghadapi UNAS semua siswa dipaksa untuk bisa mengerjakan soal yang sama. Sehingga dalam pelaksanaan UNAS tidak ada perbedaan antara sekolah kota dan desa, antara anak orang kaya dan anak orang miskin. Namun betapa sulit dan berat, mau tidak mau UNAS harus dihadapi semua siswa di seluruh Indonesia.
Lebih mengherankan lagi bahwa guru-guru yang mengajar materi mata pelajaran UNAS, tidak boleh mengawasi pelaksanaan UNAS, tidak boleh masuk atau mendekati ruang UNAS, tidak boleh mengkoreksi hasil UNAS dan tidak boleh menilai hasil UNAS siswanya. Berarti guru-guru tersebut hanya boleh mengajar dan harus menanggung resiko apabila ada siswanya yang tidak lulus, serta harus mempertanggungjawabkan selama mengajar kepada kepala sekolah, siswa, orang tua siswa dan masayarakat sekitarnya.
Inilah berhala zaman baru yang sedang dipuja-puja kaum intelektual dan calon-calon intelektual Indonesia. Semoga berhala ini cepat sirna dan kaum intelektual tersadar untuk kembali pada pendidikan yang membumi, tidak lagi mengagung-agungkan sistem pendidikan yang cacat dan lari kepada jalan keluar yang tidak sehat. lintasberita

Momok Bernama Ujian Nasional

Setiap 5 bulan sebelum Ujian Nasional (selanjutnya UNAS) dilaksanakan dan 1 bulan setelah UNAS dilaksanakan, semua orang membicarakan tentang UNAS. Guru, karyawan sekolah, siswa dan orang tua siswa menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mensukseskan UNAS. Orang tua siswa dikumpulkan di sekolah untuk membicarakan UNAS, guru-guru sering rapat dengan agenda UNAS bahkan pejabat politis menghimbau semua jajarannya untuk berperan aktif mensukseskan UNAS.Kegiatan belajar dioptimalkan, siswa diberi pelajaran tambahan/les UNAS, lembaga-lembaga pendidikan non formal dipenuhi pelajar yang akan menempuh UNAS, siswa diajak untuk mengerjakan soal-soal, kegiatan-kegiatan religius (do’a bersama, istighosah, tirakatan dan meminta dukungan paranormal) pun digiatkan, jam pelajaran ditambah bahkan jam mata pelajaran yang bukan materi UNAS bisa dipakai untuk jam pelajaran UNAS. Di sini timbul permasalahan, bahwa mata pelajaran yang bukan materi UNAS dipandang sebagai pelajaran yang tidak penting. Bagi orang tua yang kurang percaya dengan guru di sekolah, mereka akan membawa anaknya masuk pada lembaga pendidikan non formal. Ikut les tambahan pada lembaga pendidikan non formal adalah salah satu jurus yang paling diminati untuk mensukseskan UNAS. lintasberita

Senin, 01 Agustus 2011

MENANTI GURU SUPER (2)

Suatu kali pernah terdetik gagasan, untuk mengajar dengan kostum superhero, misalnya, daripada memakai baju safari atau uniform yang digariskan pemerintah. Ini karena superhero adalah tokoh yang diidolakan anak-anak, ‘fatwa-fatwa’nya didengar, bahkan baju yang pernah dipakainya pun dijual mahal. Pernah juga terbayang untuk mengajar murid-murid di pasar, stasiun, rumah sakit atau tempat-tempat umum yang lain, sebagai upaya mendekatkan mereka dengan realita keseharian yang diajarkan. Ini karena, realita keseharian, permasalahan, akan lebih dikenali dari dekat ketimbang (menjejalkan) teori-teori yang paling-paling akan dianggap kosong belaka.
Celakanya, ini hanyalah angan mewah di negeri yang kian disipongangi oleh kabar tawuran antar kelompok warga, pernikahan besar-besaran selebriti dengan foto prewedding yang ‘wah’, pesiar anggota dewan ke luar negeri, juga merebaknya video porno pelajar. Kapal retak ini kian membusuk, dikelindani oleh kesulitan ekonomi berkepanjangan, dan akan segera menjadikannya barang rongsok yang diobral pun tak laku.
Pesimiskah ? Justru ini harus dijadikan tantangan, cakra manggilingan, yang akan membawa kapal pendidikan ke lautan damai. Superhero tak lahir dari rahim subur tanpa kendala, melainkan dari mereka yang mampu mengenali masalah dan menemukan formula solusi yang tepat untuknya. Guru super tak mungkin berasal dari sistem pendidikan yang telah dipenuhi fasilitas, melainkan dari situasi krisis yang bahkan tak memungkinkannya untuk mengajar. lintasberita

Minggu, 31 Juli 2011

MENANTI GURU SUPER (1)

Sungguh, beban yang disandang guru, apalagi yang mengajar pada jenjang pendidikan dasar, amat berat. Guru SD/MI merupakan peletak dasar worldview tentang kependidikan pada anak-anak bangsa. Jika dasarnya baik, maka (diharapkan) anak-anak bangsa akan merespon positif terhadap pendidikan yang mereka alami berikutnya. Sebaliknya, jika buruk, (dikhawatirkan) dapat menjadi stigma betapa rendahnya kualitas pendidikan maupun sekolah pada khususnya.
Para peserta didik akan trauma dengan pendidikan dan menganggap sekolah sebagai penjara bagi kebebasannya berkreasi. Timbullah gagasan deschooling society, home schooling, serta maraknya lembaga-lembaga bimbingan belajar, sebagai dampak carut-marutnya sistem pendidikan nasional, yang menjadikan guru tidak maksimal mengajar di sekolah.
Itu masih sekelumit kondisi internal dalam dunia pendidikan, sedangkan, tantangan dari luar dunia ini masih amat banyak. Kompetitor yang dianggap paling besar dan kerap dikeluhkan para pengajar adalah glamor dunia selebriti, stasiun-stasiun televisi, yang dituding banyak menampilkan tontonan-tontonan tak layak konsumsi.
Peserta didik lebih mengidolakan pesohor yang tak pernah mereka temui daripada guru yang sehari-hari mendampingi. Para petenar yang baru kemarin sore dibesarkan media lebih diamini ketimbang guru-guru yang dengan setia memberikan bimbingan dari nol. lintasberita

Jumat, 11 Februari 2011

AHMADIYAH WARISAN PENJAJAH

Ahmadiyah di negeri kelahirannya, Pakistan dan India, lebih dikenal dengan nama jemaat (golongan) Qodiyaniah. Penamaan jemaat ini dengan Ahmadiyah untuk mengecoh kaum muslimin di luar, sebab di tanah kelahirannya hanya populer dengan nama Qodiyaniah, sesuai dengan nama tempat kemunculannya, Qodiyan. Kendatipun sejatinya tidak ada hubungannya sama sekali antara mereka dengan Rasulullah Muhammad shallahu 'alaihi wassalam yang salah satu namanya adalah Ahmad. Sebab nama lengkap nabi mereka adalah Ghulam Ahmad, bukan Ahmad (saja).
Demikian penuturan Syaikh Ilahi Zhahir, seorang ulama Pakistan yang mendalami gerakan ini dan menuliskannya dalam buku berjudul:
Al-Qodiyaniah, Dirosatun Wa Tahlil, terbitan Idaratu Turjumanis Sunnah,
Lahore Pakistan. 1]
Salah satu fakta tersembunyi yang beliau angkat, bahwa Qodiyaniah (Ahmadiyah) merupakan warisan penjajah kolonialisme Inggris. Untuk membuktikannya, beliau hanya membiarkan mereka berbicara tentang diri mereka sendiri lewat buku dan pernyataan mereka. Inilah beberapa pernyataan mereka baik dari nabi palsu, keturunannya, maupun misionaris agama Qodiyaniah.
Mirza Ghulam Ahmad mengaku, kebanyakan orang yang masuk dalam jemaatku adalah para pegawai pemerintahan kolonial Inggris yang mempunyai kedudukan tinggi atau para petinggi negeri ini dan kaum pedagang besar, termasuk para pengacara dan para pelajar yang menekuni kajian Inggris atau para ulama yang menjadi antek pemerintah kolonialis Inggris masa lalu atau yang sekarang masih melayani pemerintahan kolonialis itu, kaum kerabat mereka dan orang-orang terkasih mereka. Ringkasnya, jemaat ini membentuk pemerintahan kolonialis Inggris, sehingga mendapatkan keridhaannya... “Saya dan para ulama yang mengikutiku bertugas menjelaskan kebaikan-kebaikan pemerintahan kolonialis ini dan menanamkannya di hati ribuan orang” (Aridhatul Ghulam al-Qodiyani, tabligh risalat 7/18) 2]
Seorang misionaris Qodiyaniah dengan bangga mengakui, “Saya beberapa kali dijebloskan dalam penjara Rusia dengan tuduhan sebagai mata-mata Inggris. Padahal saya tidaklah pergi ke Rusia kecuali untuk menyebarkan ajaran Qodiyaniah. Namun, dikarenakan misi dan tujuannya berhubungan erat dengan misi pemerintahan Britania (Inggris), maka saya terpaksa menjalankan misi pemerintahan Inggris dan melaksanakan kebijakannya” (Maktub Muhammad Amin, penyebar Qodiyaniah, Harian al-Fadhl milik Ahmadiyah 28 September 1923 M) 3]
Sementara itu, putra si Mirza Ghulam Ahmad pun yang menjadi khalifah Ahmadiyah pertama pun mendukung pengakuan sang ayah dengan berkata, “Sesungguhnya ulama Islam menuduh kita membantu kolonialis Inggris dan mengejek kita lantaran kita bergembira atas penaklukan-penaklukan yang dilakukan pemerintah kolonialis Inggris (di negeri-negeri islam). Kita ingin bertanya, kenapa kita tidak boleh bergembira? Mengapa kami tdak boleh bahagia? Imam kami (Mirza Ghulam Ahmad) telah menyatakan, Sesungguhnya aku adalah (Imam) Mahdi ddan pemerintahan kolonialis Britania (Inggris) adalah pedangku. Kita bersuka cita atas kemenangan ini. Dan kita ingin menyaksikan sinar dan kilatan pedang (kolonialis Inggris) ini di Irak, negeri Syam dan di seluruh wilayah. Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menurunkan malaikat untuk mendukung dan membantu pemerintah Inggris” (Harian al-Fadhl 7 Desember 1918 M) 4]
Dia menambahkan, “Sesungguhnya ada ratusan orang (jemaat Ahmadiyah) ikut berperang bersama pasukan Inggris untuk menaklukkan negeri Irak dan rela menumpahkan darah untuk itu” (Harian al-Fadhl 31 Agustus 1923 M)5]
Pemerintah Afganistan pernah membunuh dua orang Ahmadiyah yang menjadi mata-mata Inggris di saat berkecamuknya peperangan antara dua negara itu. Menteri Urusan Dalam Negeri Afganistan menyampaikan bahwa ditemukan dokumen-dokumen resmi yang membuktikan mereka berdua adalah antek kolonialis Inggris. Namun, putra Mirza Ghulam Ahmad, Khalifah Qodiyaniah pertama justru berbicara dengan bangga dalam khutbah jum'atnya, “Seandainya orang-orang kami bila diam saja saat berada di Afganistan dan tidak berterus terang tentang akidah kami berkaitan dengan jihad, maka tidak akan ada sesuatu yang menimpa mereka. Akan tetapi, mereka ini tidak mampu menyembunyikan perasaan cinta dan kasih sayang mereka kepada pemerintah Britania (Inggris) yang menugaskan
mereka melalui kami. Karenanya, mereka akhirnya tewas”. (Khutbah Jum'at yang diterbitkan dalam Harian al-Fadhl 16 Agustus 1935 M) 6]
Demikian beberapa pengakuan jujur mereka tentang jati diri sendiri (Ahmadiyah). Meski tidak banyak, tapi sudah memadahi untuk menampakkan wajah asli mereka. Adalah pantas bila umat Islam tidak menerima keberadaan mereka meski kami juga tidak mendukung tindakan anarki terhadap para pengikut Qodiyaniah di negeri ini. Pemerintahlah yang berkewajiban mengamankan akidah umat Islam.
Wallahu a'lam.
Penulis: ustadz Abu Minhal (Majalah As-Sunnah, Edisi 10/THN.XIV/RABIUL AWWAL 1432 H / PEBRUARI 2011 M, halaman 54) lintasberita