ANAK KANGURU NAIK KE KANTUNG INDUKNYA UNTUK ISTIRAHAT DAN MAKAN ("AKU TAHU!" : Asal Tahu Saja, Suranto Adi Wirawan, 2010)

Senin, 30 Juni 2008

Wong Jawa dalam Persimpangan

Dalam kesehariannya, bangsa Jawa tampil minder, serba tanggung, dan inferior. Anak-anak sekolah di Jawa paling senang mengisi deretan kursi paling belakang, sebagaimana kumpulan orang di rumah-rumah ibadah yang selalu mengisi barisan belakang lebih dulu. Di berbagai fasilitas umum orang cenderung mengambil posisi yang dirasa aman, di pinggir atau belakang , bukan di depan. Di angkutan umum bis, kereta atau pesawat, kita lebih suka mengambil tempat di pinggir jendela, bukan di sisi yang dekat dengan gang dalam bis atau kereta.

Di sekolah, guru-guru kita mengajar (hanya) berdasar teks kurikulum yang telah digariskan, sehingga acapkali hanya memindahkan materi dari buku paket saja. Guru kreatif seperti Ibu Guru Sonya (dalam sinetron “Opera SMU” di sebuah televisi swasta beberapa tahun yang lalu), atau seperti dalam novel “TOTO-CHAN” karya Tetsuro Kuroyanagi, atau seperti Prof. Johannes Surya yang sukses melahirkan juara-juara olimpiade sains tingkat dunia, hanya cerita indah penghias acara-acara talkshow saja. Institusi pendidikan hanya dipandang sebagai salah satu periode dalam hidup, yang akan segera berakhir saat periode berikutnya tiba, yaitu menikah.

Pada fase menikah, pembentukan keluarga atau rumah tangga baru, kita seringkali hanya mengikuti petuah orangtua atau common sense : sudah waktunya, kepengin, atau bahkan ‘kecelakaan’. Ini berarti kaitannya dengan masa lalu, sekadar menjalankan kebiasaan yang sudah berlangsung.

Akibat dari kebiasaan ini adalah anak-anak kita lahir tana rencana, tanpa tujuan. Lembaga perkawinan menjadi semacam industri rumahan yang memproduksi anak-anak yang akan segera menikah dan beranak lagi. ‘Ritual’ jalan hidup kita sudah dapat diperkirakan sejak kita lahir.

Kebiasaan ini mengakibatkan bapak-ibu kita sering mengingatkan anak-anaknya “aja macem-macem, aja polah, aja gawe masalah”, supaya jalan hidup kita tidak melenceng dari perkiraan tadi. Pada gilirannya, kreativitas anak-anak pun layu sebelum berkembang. Kreativitas dalam kadar tertentu sering dicap negatif, orangnya dituding mbalelo.

Di rumah-rumah ibadah, para tokoh agama hanya membaca teks yang sudah disusun sebelumnya. Intonasinya, tanpa daya tarik sama sekali. Ceramah paling memikat sekalipun, cukup menjadi retorika saja. Tidak berpengaruh terhadap perubahan perilaku masyarakat banyak.

Gumam kekecewaan sering terdengar akibat pelayanan yang buruk dari kebanyakan fasilitas sosial dan fasilitas umum, instansi pemerintah dan swasta. Penyelesaian masalah pun menjadi tidak jelas karena pihak yang dirugikan tak dapat membahasakan masalahnya, karena pada fase pendidikan, ketrampilan berbicara telah dilumpuhkan. Sebaliknya pihak instansi yang digugat pun tak dapat menjelaskan persoalan karena pegawai-pegawai terbiasa hanya untuk menuntut, bukan melayani.

Di Tanah Jawa arus komunikasi macet atau satu arah saja, tanpa timbal balik yang signifikan. Tidak ada pengelolaan organisasi yang standar, meliputi segenap komponen dan seluruh kepentingan. Celakanya, pemerintah di tingkat nasional mengadopsi tradisi tokoh-tokoh politik yang sebagian besar memang dari Jawa.

Fungsi supervisi yang seharusnya dilaksanakan pemerintah, tidak berjalan karena orang-orang pemerintahan mayoritas orang-orang Jawa yang di muka disebutkan tidak mempunyai visi dan misi. Kalaupun ada misi, paling-paling dalam rangka memperkaya diri sendiri.

Secara umum kehidupan “berbangsa dan bernegara”, mengecewakan karena rakyat banyak dibiarkan menjalani hidup seadanya. Mencari penghidupan sendiri, mengurusi masalahnya sendiri, dan pada akhirnya, menelan kepahitannya sendiri.

lintasberita

Capitols ...


Another gain since capitol of countries to move will be life skill equality. Life skill of people from peripheral areas is the same as it from those core one. It is urgent for people empowerment that will be necessary to the changing world.

We can not provide jobs to whom which have low level life skill, and so many talented people will be wasted as ordinary people, with usual way.

What a pity !

That will cause concentrating life skill to some people and reduce to others.

Trust me to move your capitol, and your people will take control …

lintasberita

(Segelintir) Pahlawan ...

Indonesia punya banyak pahlawan. Selain yang berperang melawan penjajah jaman dulu, saat ini banyak pahlawan lingkungan, perekonomian, pendidikan, dll.

H. Chaerudin (Bang Idin), yang memelopori pembenahan Kali Pesanggrahan, Jakarta, adalah nama seorang pahlawan lingkungan yang tak lulus SMP. Kegiatannya menata sungai di kawasan Jakarta Selatan ini bahkan mengilhami banyak gerakan kepedulian lingkungan yang lain.

Kiswanti, hanya lulusan SD, yang mendirikan Warung Baca Lebakwangi (WARABAL) di Desa Magersari, Bogor, meminjamkan buku-bukunya (gratis!) yang bermutu, selain menunggu di rumahnya, juga sering mendatangi para pelanggannya dengan menaiki sepeda tuanya. Bahkan narasi dalam sebuah acara di MetroTV menyebutkan, “Kiswanti lebih mendidik daripada para pendidik yang Cuma bisa menuntut kenaikan gaji, pengangkatan pegawai negeri sipil”.

Banyak lagi pahlawan yang lain, misalnya dalam bidang alternatif energi di desa-desa, dengan bahan-bahan kotoran hewan, kotoran manusia, angin atau bahan-bahan lain yang biasanya kita sepelekan.

Mereka, yang umumnya berpendidikan rendah, adalah sedikit di antara segelintir pahlawan kekinian yang kita miliki

Apakah kita peduli kepada mereka ?

Tidak.

Kita tak peduli, bahkan kiprah mereka hilang ditelan arus neo-kolonialisme berwujud korupsi, manipulasi, … mafia perminyakan .. oleh bangsa kita sendiri !

Segelintir pahlawan di sarang maling .

lintasberita

Sabtu, 28 Juni 2008

NEGERI GENK MOTOR,

NEGERI KONVOI KELULUSAN,

NEGERI PESTA NARKOBA,

NEGERI TAWURAN PELAJAR,

NEGERI PEMBOLOS,

NEGERI PENYONTEK,

NEGERI GENK PELAJAR,

NEGERI PERPLONCOAN,

NEGERI PESTA PORA,

NEGERI CORAT-CORET BAJU SERAGAM ...


negeri macam apa ini ?
lintasberita

Rabu, 25 Juni 2008

Sampah Masyarakat, atau, Masyarakat Sampah ?

Bila kita cermati kehidupan orang-orang yang hidup dengan cara menjual tubuhnya, entah lelaki atau perempuan, akan tampak bahwa mereka sebenarnya sama dengan kita, “orang-orang kebanyakan” ini. Mereka butuh makan, bekerja mencari penghasilan dan mengisi hidupnya dengan nilai-nilai. Kita pun demikian, bahkan seringkali kita melebihi mencari apa yang menjadi kebutuhan kita.

Bedanya dengan kita, mereka sangat menginginkan sekadar pengakuan bahwa mereka juga bagian dari masyarakat, yang keberadaannya sangat wajar untuk dipahami. Sekadar pengakuan saja tidak diperolah, apalagi aktualisasi diri ? Itu barang mewah bagi mereka.

Sebaliknya, apa yang kita lakukan kepada mereka ? Kita sering menyebutnya “sampah masyarakat”, “penyakit masyarakat”. Mana yang benar, mereka yang membuat masyarakat berpenyakit, ataukah masyarakat yang penuh penyakitlah yang membuat bagian masyarakat ini ada.

Bila kita cermati, sampah-sampah sebenarnya telah mewarnai segenap lapisan masyarakat. Coba lihat keadaan sekitar, banyak pejabat dituntut mundur dari jabatannya adalah karena ketidakmampuannya menjawab gugatan masyarakat terhadap berbagai praktek kotor dalam instansinya (terakhir yang aktual adalah tuntutan mundur terhadap petinggi kejaksaan agung sehubungan terungkapnya skandal penyuapan jaksa yang menangani kasus BLBI Syamsul Nursalim).

Jaksa macam apa yang mengadakan kesepakatan tertentu dengan oknum yang didakwanya selain jaksa sampah ? Jaksa macam apa yang membuat deal dengan koleganya untuk mengarahkan opini masyarakat selain kondisi obyektif dari terdakwa selain jaksa laknat ?

Itu baru satu institusi penegak keadilan, bagaimana lagi dengan jajaran yang lain, kehakiman, polisi, pengacara ? Pernah melihat hakim yang nakal memutuskan vonis yang ringan dengan ‘harga’ sekian ratus juta, milyar ? Atau polisi yang bersekongkol melindungi pembalak liar yang merugikan negara ratusan trilyun setiap tahunnya ? Bagaimana dengan pengacara yang ikut membela propinsi yang ingin memisahkan diri dari suatu negara dan berhasil dengan dukungan dunia internasional ? Itu semua baru sebagian kecil dari gunung es kebusukan masyarakat yang berpenyakit, kebusukan masyarakat yang sehari-hari mengenakan baju seragam hasil dari belanja gaji pegawai yang dibiayai dari pajak rakyat banyak.

Ya, semua memang berawal dari pimpinannya. Jika pimpinan suatu komunitas mengembangkan perilaku negatif, maka bawahannya akan dibiarkan berperilaku yang (hampir) sama.

Maka terjadilah apa yang telah diawali para pendahulunya. Sering disebut jika dulu orang korupsi “di bawah meja”, sekarang mereka (atau kita semua?) memakai cara terang-terangan, bahkan mejanya pun dikorupsi sekalian. Guru kencing berdiri, murid kencing berlari.

Begitu parahnya perilaku busuk ini hingga kita masih membanggakan negeri ini sebagai negeri Pancasilais, agamis, sopan santun, kekeluargaan, dsb.

Jujurlah, kita semua sampah. Masyarakat ini adalah masyarakat sampah. Hanya masyarakat sampahlah yang sistemnya sedemikian busuk hingga menghasilkan sampah –sampah yang berkarat. Tak adil jika hanya para pelacur itu yang disebut sebagai sampah masyarakat. Bagaimana dengan mereka yang berbuat seperti dalam paparan di atas ?

Atau bila memang kita sudah tak punya nyali untuk berbuat adil, jangan sebut seorang pun sebagai sampah masyarakat, dan mari kita terus menghibur diri dengan kebanggaan-kebanggaan semu tadi …

(postingan ini hasil review tulisan saya dengan judul sama yang pernah dimuat majalah Kampus FISIP Universitas Diponegoro, OPINI, pada tahun 1998)

lintasberita

Sabtu, 21 Juni 2008

What Kind ... ?????

What kind of democracy do you like ?
It must be the democracy that match to your taste !
If not, you won't call it democracy. And when the winner comes from "islamic party", you will call it "fundamentalism, terrorism", etc.

What did you do in Turkey now (with their governmental system?), in Aljir years ago (remember Front Islamic du Salute!).
Is that what you call "democracy", "human rights" ?

In Indonesia, and many "islamic countries", moslems who want to life with pure Islam, kaaffah, are minority. Indeed, the quantity is major, but the qualify, the soul, the spirit, is minor.

Most of us are "islam keturunan", islam by inheritance, that have no interest with Islamic world prosperity. They are familiar with music, fashion, fun parties, customs, etc. They use "Islam is rahmatan lil 'alamin" words so that they believe the world will be peace with it.
No.
It is not peaceful world, but westernized peaceful world.

I don't like violations, and don't want the world felt down into war (or..., it is happening quietly without our awareness ?), but we must defend life our self.
We must fight against the world contained communities of liberalism, freedom of speech, human rights, traditional customic sufism people, etc.
Actually, it is curious (and ridiculous, too) ... liberalism at a side, and traditonalism at the other side. They walk together shouting peace, peace, peace ...

Sounds like islam is enemy of peace, moslems prefer to violate others.
How can it be ? Why they can walk around the world together ?

There are only two possibilities : from the first side cleverness, or from the other side stupidity ?
Well, which one is it ... I am not the one of them.

Many people live in wealthiness by using other too many people stupidity, foolishness.
Do you want to (it's true you did !) ?

I DON'T.

lintasberita

Jumat, 13 Juni 2008

THINK GLOBALLY,

BARANGKALI SAAT INI KITA TENGAH BERMIMPI. MENJALANI KEHIDUPAN TANPA HIDUP ITU SENDIRI. BANGSA INI DAN SELURUH DUNIA TERTATIH-TATIH MENGIKUTI LANGKAH DEWA MIMPI DUNIA: AMERIKA.

AMERIKA. BANGSA TEMUAN COLUMBUS INI MENANG KARENA MEMPROYEKSIKAN IMPIAN-IMPIAN MANUSIA : SUPERMAN, JAMES BOND, DAVID COPPERFIELD, MIKE TYSON (PADA JAMANNYA), FBI, 911, dll. YA, MEMANG ITULAH YANG LAKU KERAS DI DUNIA SAAT INI.

KALAU KITA IKUTI TERUS LANGKAHNYA, BANYAK HAL YANG HARUS DICATAT. SEKUAT APA PUN KITA MENGEJAR KETERTINGGALAN, AMERIKA TOH SEMAKIN CEPAT JUGA LAJUNYA.

JADI BAGAIMANA ?

SAMPAI KAPAN ?

MARI KITA BANDINGKAN. DAVID COPPERFIELD YANG MAMPU "MENGHILANGKAN" PATUNG LIBERTY ITU TERNYATA MANUSIA BIASA JUGA YANG TENGAH MENGHADAPI GUGATAN PENGADILAN. MIKE TYSON YANG PERKASA DI ATAS RING TERNYATA TAK DAPAT MENGONTROL DIRI DI LUAR RING. CHRISTOPHER REEVE YANG PERNAH JAYA MEMERANKAN SUPERMAN, MENINGGAL DI ATAS KURSI RODA, SETELAH KELUMPUHAN YANG BERTAHUN-TAHUN MENGGEROGOTI TUBUHNYA. FREDDY MERCURY, VOCALIS GROUP ROCK LEGENDARIS, QUEEN, MENINGGAL OLEH VIRUS AIDS YANG MENGURUSKERINGKAN BADANNYA, TAK NAMPAK SAMA SEKALI SEORANG (MANTAN) SUPERSTAR DUNIA.


IMAJINASI (IMPIAN/HARAPAN) MENGUASAI DUNIA, DEMIKAIN NAPOLEON PERNAH BERUCAP. PADAHAL KEHIDUPAN INI HARUS DIPERTANGGUNGJAWABKAN SENDIRI-SENDIRI. BILA KITA MASIH MEMBIARKAN IMPIAN MENGUASAI DUNIA (KITA), MAKA PERTANGGUNGJAWABAN ITU TAK SEMPURNA. JATI DIRI SEBAGAI MANUSIA TIDAK UTUH. PADAHAL, KODRAT SEBAGAI MANUSIA BIASA TAK MUNGKIN KITA HINDARKAN.


MAKA, JANGAN BANYAK MIMPI, DEH.

JALANI KEHIDUPAN, TERIMALAH KENYATAAN.
SALAH SIAPA ? SALAH KITA SENDIRI. YANG MASIH MEMBIARKAN PRASANGKA (YANG MERUGIKAN) MENGUASAI DIRI KITA. SALAH KITA SENDIRI JUGA, YANG MASIH TAKUT-TAKUT WALAUPUN MERASA BENAR DAN MEMBIARKAN ORANG LAIN BERANI WALAU DIA (SUDAH MERASA) SALAH.

ACT LOCALLY.

lintasberita

Rabu, 11 Juni 2008

Pendidikan Berkualitas

Sungguh menyedihkan, di tengah-tengah situasi yang centang perenang, ketika kita justru butuh sekian alasan untuk "bersatu", kita mendengar tentang adanya Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional 2004-2009 yang berencana membuat dua jalur pendidikan: Jalur Formal Mandiri dan Jalur Formal Standar. Sebuah gagasan yang justru berpotensi menciptakan "disintegrasi" berdasarkan kelas sosial.

Sudah saatnya kita bangkit dan mulai melakukan perubahan!

Sesungguhnya, tokoh Pendidikan Nasional kita, Ki Hadjar Dewantara, telah memberikan dasar yang kuat bagi tujuan pendidikan nasional kita. Pendidikan tidak dimaksudkan untuk semata-mata menciptakan orang pintar serta memberikan keterampilan teknis dan sikap profesional. Pendidikan, sebagaimana didambakan para perintis kemerdekaan kita, harus bersifat holistik. Harus membangkitkan jiwa. Harus "memanusiakan manusia."

Oleh karena itu, demi mewujudkan cita-cita pendidikan nasional bagi kebangkitan Indonesia, kami menyerukan:

1. Agar pemerintah, parlemen dan masyarakat untuk melihat dan mencermati kembali paradigma pendidikan nasional Indonesia, yang seharusnya mengarah pada upaya untuk "memanusiakan manusia" dalam pengertiannya yang holistik. Diperlukan perumusan baru paradigma pendidikan nasional yang akan mampu membangkitkan jiwa dan menumbuhkan cinta kasih dalam diri manusia, selain melengkapinya dengan keahlian dalam berbagai bidang.

2. Agar pemerintah, parlemen dan masyarakat mengkaji kembali segala bentuk perundangan maupun peraturan dalam bidang pendidikan yang berpotensi menciptakan "disintegrasi" sosial di masyarakat. Segala potensi disintegrasi sosial, termasuk "pengkotak-kotakan" berdasarkan kelas sosial dan agama, harus dihilangkan dan tidak dapat ditolerir keberadaannya.

3. Agar pemerintah, khususnya Departemen Pendidikan Nasional, bersama-sama dengan berbagai institusi pendidikan di Indonesia, dapat menggali dan mengangkat kembali nilai-nilai universal dari khazanah budaya Nusantara, yang telah terbukti mampu mempersatukan bangsa dalam sebuah platform persatuan dan kebangsaan, untuk dijadikan sebagai bagian yang inheren dalam kurikulum pendidikan kita. Hal ini dapat diwujudkan dengan mengadakan
kembali pelajaran Budi Pekerti -- atau pelajaran lain yang memiliki substansi pendidikan secara holistik.

4. Agar pemerintah lebih selektif dalam memberikan izin bagi pendirian lembaga-lembaga pendidikan. Izin mendirikan sekolah semestinya diberikan pada orang-orang yang telah teruji visinya dalam bidang pendidikan dan bukannya diberikan pada para pebisnis yang hanya ingin meraih keuntungan belaka.

5. Agar Departemen Pendidikan Nasional, bersama-sama dengan berbagai institusi pendidikan di Indonesia, dapat mengkaji kembali pengajaran agama yang diberikan di sekolah-sekolah. Pelajaran agama semestinya tidak justru menciptakan munculnya sentimen terhadap orang-orang yang beragama lain. Dalam hemat kami, mengingat agama merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas hubungan pribadi manusia dengan Sang Maha Pencipta dan Maha Pengasih, ada baiknya untuk memikirkan penempatan pelajaran agama sebagai bagian dari kegiatan ekstra kurikuler.

6. Agar pemerintah mulai memberikan perhatian khusus bagi para guru dengan cara meningkatkan kualitas maupun metodologi pengajarannya, mengangkat kembali moralnya maupun menjaga kesejahteraan mereka. Para guru yang tertekan jiwanya tentu tidak dapat diharapkan untuk menghasilkan anak-anak didik yang berjiwa merdeka.

7. Agar masyarakat ikut serta memantau lembaga-lembaga pendidikan yang menyesatkan masyarakat dengan janji-janji muluk yang tak pernah dapat dipenuhinya. Masyarakat juga perlu memantau lembaga-lembaga pendidikan yang meracuni anak didik dengan kebencian pada kelompok etnis, suku maupun agama tertentu.

8. Agar masyarakat menyadari bahwa pendidikan bukan semata-mata dilakukan melalui jalur formal belaka.Oleh sebab itu masyarakat secara luas, meskipun tidak berhubungan langsung dengan lembaga-lembaga pendidikan formal, harus ikut berpartisipasi secara aktif dalam memberikan pendidikan nilai-nilai universal bagi anak didik maupun bagi lingkungan sekitarnya, di luar sekolah.

9. Agar media massa turut mengambil tanggung jawab dalam menciptakan situasi dan kondisi yang mendukung tercapainya cita-cita pendidikan ini - yaitu untuk "memanusiakan manusia" - yang dapat direfleksikan melalui berbagai program maupun berita yang mendidik. Paradigma bisnis semata dalam dunia media yang selama ini menjadi dasar bagi produksi program serta berita yang mengeksploitasi kriminalitas ataupun dunia klenik, sudah saatnya untuk ditransformasi karena justru menjadi kontra-produktif terhadap tujuan pendidikan nasional.

Semoga bangsa kita tetap jaya.

National Integration Movement, Jakarta 2 Mei 2005
lintasberita

What Kind of Democracy ?

What kind of democracy do you like ?
It must be the democracy that match to your taste !
If not, you won't call it democracy. And when the winner comes from "islamic party", you will call it "fundamentalism, terrorism", etc.
In Indonesia, and many "islamic countries", moslems who want to life with pure Islam, kaaffah, are minority. Indeed, the quantity is major, but the qualify, the soul, the spirit, is minor.
Most of us are "islam keturunan", islam by inheritance, that have no interest with Islamic world prosperity. They are familiar with music, fashion, fun parties, customs, etc. They use Ïslam is rahmatan lil 'alamin" words so that they believe the world will be peace with it.
No.
It is not peaceful world, but westernized peaceful world.
I don't like violations, and don't want the world felt down into war (or..., it is happening quietly without our awareness ?), but we must defend life our self.
We must fight against the world contained communities of liberalism, freedom of speech, human rights, traditional customic sufism people, etc.
Actually, it is curious (and ridiculous, too) ... liberalism at a side, and traditonalism at the other side. They walk together shouting peace, peace, peace ... Sounds like islam is enemy of peace, moslems prefer to violate others.
How can it be ? Why they can walk around the world together ?
There are only two possibilities : from the first side cleverness, or from the other side stupidity ?
Well, which one is it ... I am not the one of them.
lintasberita

Senin, 09 Juni 2008

NEGERI BAKSO TIKUS, NEGERI BAKSO BORAKS, NEGERI DAGING GLONGGONGAN, NEGERI DAGING SUNTIKAN, NEGERI PASTA GIGI PALSU, NEGERI SHAMPOO PALSU, NEGERI KOSMETIK PALSU, NEGERI OLI OPLOSAN, NEGERI MINYAK GORENG OPLOSAN, NEGERI GORENGAN PLASTIK, NEGERI PENEBAR PAKU, NEGERI PEMBIUS PENUMPANG, NEGERI PENIMBUN MINYAK, NEGERI PECURANG GAS, NEGERI PUPUK PALSU, NEGERI TELUR ASIN PALSU, NEGERI BEDAK BAYI PALSU, NEGERI BAHAN PENGAWET, NEGERI BAHAN PEWARNA, NEGERI PENGEMIS PENIPU, NEGERI APARAT BACKING PENCOPET, NEGERI PENJARA PENUH NARKOBA, NEGERI ABORSI, NEGERI KANIBAL ONDERDIL, NEGERI PESAWAT TELEVISI PALSU, NEGERI VCD PLAYER PALSU ...


negeri ini dipenuhi orang kreatif atau jahat ?

lintasberita

Capitols : On the Move (the Next)

The next gain from moving capitols (separated development) is decreasing crime at that recent capitols. This good news will cause turning situation down, more condusive life, and so on. Peoples at the recent capitols feel decreasing stress and anxiety from other (strange) people.
Nowadays
we must look at other people as a leader for him (her) self, but not a part of a community / group / team anymore. Then, they have to be given same chance to build their own life. If not, and the bad recent situation continuously happened, we are all in the same situation : minoritiness.

All of violence, rebellion against government, intermass conflict, caused by minoritiness feeling.

This feeling, comes from centralizing developed areas, different access to mass media, etc. We all know, news from some people are welcomed news, “good” news, but “bad” news from some other people who disagree with the first one.

If we talk about religion freedom, we must access qualified information about religion, not a junk one, not a distorted one.

If we want to build national character, we must make sure that there are no domination from one to another people, from an area to another one.

So, back to previous words above, we must look at people as a domain of him (her) self.

It will be an unrighteousness when some people viewed as a "special one", "wali", "saint", that his talkative become "law", so that ordinary people cry become piece of cake matter.

For example (it is my class teaching experience), since a teacher pay attention, listen, to each part of class suggest, thus the class will be an interactive class, controllable class. The class will accept you as a friend, not a superior people. Further, if I ask them to do something, it would be done easier usually.

So..., why don't you realize ?

Or..., you do use this bad situation ?

lintasberita

Kamis, 05 Juni 2008

Musang Berbulu Domba

Masya Allah ... di negeri yang mayoritas Islam ini umat yang ingin melaksanakan syariat agamanya secara murni justru diburu seperti pesakitan, dicaci-maki dan dituding fundamentalis, teroris, sedangkan tokoh umat Islam yang jelas-jelas menyatakan bahwa Al Qur'an adalah kitab suci yang porno malah dianggap sebagai "orang suci", "wali". Bahkan banyak pengikutnya yang berani membentuk "pasukan berani mati", demi membela seonggok daging yang begitu mudah penciptaan dan pemusnahannya di mata Sang Pencipta.

Allah, meskipun juga tak senang dengan kekerasan, dan kami mungkin bukan hambaMu yang terbaik, namun telah berusaha untuk tidak mengikuti mereka yang hanya mengikuti hawa nafsunya, dengan berdasarkan pada firmanMu :

"Dan jika kamu mengikuti kebanyakan manusia di muka bumi, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Alloh". (QS. Al 'An'am, 116)

Lead us to reach your right path, Alloh ...!
Don't leave me alone on this wild world ...
lintasberita

Minggu, 01 Juni 2008

NEGERI PLAYSTATION, NEGERI GAME ONLINE, NEGERI CHATTING, NEGERI SOUVENIR, NEGERI ODONG-ODONG, NEGERI KERETA KELINCI, NEGERI TOPENG MONYET, NEGERI KUDA LUMPING, NEGERI PASAR MALAM, NEGERI UPACARA ADAT, NEGERI KARNAVAL, NEGERI PAWAI ...

negeri apa lagi ini ...
lintasberita