Kapitalisme di satu pihak, dan kebodohan di pihak lain. Bila dua hal ini berkumpul dalam waktu yang bersamaan di suatu tempat, akan melahirkan pangeran-pangeran dan putri-putri impian kesiangan. Juga selebriti-selebriti, tokoh-tokoh masyarakat yang sekadar bermodal wajah indo, tubuh molek, atau kroni orang-orang berpunya.
Di lain pihak juga akan menghasilkan pemuda-pemuda berotak udang, berpikiran kosong, panjang angan-angan. Dari sini pula,muncullah orang-orang tua yang fedal, kata-katanya seolah ayat suci yang tak boleh dibantah, sedangkan ayat-ayat suci yang jelas-jelas diturunkan Sang Maha Suci, justru tak peduli diterjangnya pula, demi memuaskan hasrat romantisme, feodalismenya semata.
Maka, bila memberantas kebodohan (akibat kemiskinan) merupakan pekerjaan yang paling sulit dilakukan (hingga akhir zaman sekalipun), paling tidak, benahilah perilaku kalangan the have.
Bila mereka merasa keberatan untuk mengeluarkan donasi bagi orang miskin, setidaknya harus mau mengendalikan gaya hidupnya, agar tidak mencolok mata mereka yang tak dapat menikmati seperti kalangan the have itu.
Kalau tak mau menghadiahkan sepeda untuk orang yang tak memiliki sepeda, jangan membeli Jaguar model terbaru, dengan variasi-modifikasi mobil macam-macam pula.
Bukankah itu uang kita ? Hak kita ? Benar. Iya. Tapi Anda menjadi kaya dan hidup mewah, sedangkan orang-orang itu hidup sengsara,melalui proses yang tak wajar, serba tertutup, dalam masa yang penuh gejolak.
Kekayaan Anda merupakan kekayaan dalam tanda petik, yang harus dipertanyakan proses perolehannya. Kemiskinan mereka adalah kemiskinan yang harus dirunut asal-usulnya, jangan-jangan gaya hidup Anda ikut menyebabkan kondisi hidup yang tak seorang pun mau melakoninya.