ANAK KANGURU NAIK KE KANTUNG INDUKNYA UNTUK ISTIRAHAT DAN MAKAN ("AKU TAHU!" : Asal Tahu Saja, Suranto Adi Wirawan, 2010)

Minggu, 20 Juli 2008

Benarkah Itu Uang Kita ?

Kapitalisme di satu pihak, dan kebodohan di pihak lain. Bila dua hal ini berkumpul dalam waktu yang bersamaan di suatu tempat, akan melahirkan pangeran-pangeran dan putri-putri impian kesiangan. Juga selebriti-selebriti, tokoh-tokoh masyarakat yang sekadar bermodal wajah indo, tubuh molek, atau kroni orang-orang berpunya.

Di lain pihak juga akan menghasilkan pemuda-pemuda berotak udang, berpikiran kosong, panjang angan-angan. Dari sini pula,muncullah orang-orang tua yang fedal, kata-katanya seolah ayat suci yang tak boleh dibantah, sedangkan ayat-ayat suci yang jelas-jelas diturunkan Sang Maha Suci, justru tak peduli diterjangnya pula, demi memuaskan hasrat romantisme, feodalismenya semata.

Maka, bila memberantas kebodohan (akibat kemiskinan) merupakan pekerjaan yang paling sulit dilakukan (hingga akhir zaman sekalipun), paling tidak, benahilah perilaku kalangan the have.

Bila mereka merasa keberatan untuk mengeluarkan donasi bagi orang miskin, setidaknya harus mau mengendalikan gaya hidupnya, agar tidak mencolok mata mereka yang tak dapat menikmati seperti kalangan the have itu.

Kalau tak mau menghadiahkan sepeda untuk orang yang tak memiliki sepeda, jangan membeli Jaguar model terbaru, dengan variasi-modifikasi mobil macam-macam pula.

Bukankah itu uang kita ? Hak kita ? Benar. Iya. Tapi Anda menjadi kaya dan hidup mewah, sedangkan orang-orang itu hidup sengsara,melalui proses yang tak wajar, serba tertutup, dalam masa yang penuh gejolak.

Kekayaan Anda merupakan kekayaan dalam tanda petik, yang harus dipertanyakan proses perolehannya. Kemiskinan mereka adalah kemiskinan yang harus dirunut asal-usulnya, jangan-jangan gaya hidup Anda ikut menyebabkan kondisi hidup yang tak seorang pun mau melakoninya.

lintasberita

Sabtu, 19 Juli 2008

Negeri Apa Ya ...?

Enak betul ya jadi selebriti di negeri ndeso ini : banyak uang, terkenal, dipuja-puja orang, ngomong apa pun boleh, berbuat apa saja silakan, gonta-ganti pasangan juga oke, kalau baik dihormati bak pahlawan, kalau jelek ... "ah, paling lagi apes !". Kalau berurusan dengan pengadilan pun, vonis hakim dapat direkayasa, di dalam penjara bisa ngisi pengajian atau kultum pada bulan puasa ...
Sekeluar dari penjara bisa ngarang buku "Suka Duka di Balik Terali Besi", atau dibikin lagu, diundang talkshow, teman-temannya sesama penghuni yang dulunya tempat curat dijadikan bahan lelucon, sambil wanti-wanti : "Jangan ikut-ikut saya ... (mungkin maksudnya jangan ikut-ikut apes !)

Keluar dari penjara, orang biasa akan dijauhi, disingkiri seperti layaknya pesakitan selamanya. Sedang selebriti, keluar dari sana pasti akan disambut wartawan, teman dan keluarga (bahkan seorang rocker gaek begitu keluar langsung dikawal para anggota ormas kepemudaan yang sangat terkenal). Weleh weleh ....
Begitu nongol wajahnya, dengan mata berkaca-kaca mereka akan berkata ..."... saya sudah tobat, penjara membuka mata saya..."
Terali besi seakan hanya tempat berlibur alternatif selain Bali, Amerika, Australia, atau Singapura.

Sebenarnya sih, bukan salah mereka saja diperlakukan seperti itu, kitanya saja yang memang ndeso, mental kita masih seperti layaknya bangsa terjajah : lihat "barang kinclong " sedikit saja mata terbelalak, mulut melongo.
Wallahu a'lam.
lintasberita

Jumat, 18 Juli 2008

BIAR JELEK, ASAL ...

KEMISKINAN TAK MUNGKIN DAPAT DIBERANTAS, APALAGI VIRUS KAPITALISME TELAH MERUSAK DUNIA SAMPAI TINGKAT YANG PALING TAK DAPAT DIBAYANGKAN ; BAHKAN ANTAR KELUARGA SENDIRI DAPAT SALING MEMBUNUH DEMI UANG (KAPITAL).

YANG PERLU DILAKUKAN ADALAH MEMBERANTAS PEMISKINAN, YAITU MENGURANGI TARAF HIDUP MEWAH KALANGAN ORANG-ORANG BERPUNYA. JIKA MEREKA BIASANYA MAKAN PAKET BUFFET SEHARGA Rp. 200.000,00 (DUA RATUS RIBU RUPIAH) DI HOTEL BERBINTANG LIMA, MAKA HARUS DIMULAI MAKAN PONGGOL DI WARTEG, MISALNYA.

ATAU JIKA BIASANYA BEROBAT DI SINGAPURA, MAKA SEKALI-KALI HARUS MERASAKAN PENGOBATAN DI PUSKESMAS TERDEKAT.

KALAU SERING BELANJA PAKAIAN PRODUK HAUTE-COUTURE DI PARIS, DATANGLAH KE LOS-LOS PAKAIAN PASAR-PASAR TRADISIONAL DI SEKITAR RUMAH, YANG UNTUK KE SANA PUN TAK MEMERLUKAN BANYAK BIAYA.

KOMPUTER PUN, JELEK-JELEK, DI TANGERANG SUDAH BANYAK YANG MAMPU MEMPRODUKSI / MERAKIT SENDIRI, KOK.

SEBAGAI BANGSA (DALAM DUNIA) YANG SEDANG PRIHATIN, SEHARUSNYA KITA MEMASANG TARGET : BIARPUN JELEK, ASAL MILIK KITA SENDIRI, HASIL KERINGAT KITA SENDIRI, BUKAN NYOLONG APALAGI KORUPSI !

KECUALI BILA MEMANG HIDUP KITA UNTUK GENGSI, GENGSI ITU MAHAL HARGANYA, DAN BANYAK KORBANNYA !

lintasberita

Minggu, 13 Juli 2008

Harapan Baru

Ini adalah hari pertama Almeyda Ayu Wirawan (DIDA), anakku, menuntut ilmu di sekolah formal, yaitu di Taman Kanak-kanak Pertiwi, Jl. Merak Randugunting Tegal.

Beribu harapan kusematkan di dadanya : agar ia gemar membaca, cerdas mengamati fenomena di sekitarnya, terampil mengatasi tantangan jaman, dsb. Di zamannya kelak, saat mana, mungkin saja, aku tak dapat mendampinginya, dia harus sudah mandiri. Dia harus sudah mampu membiayai sendiri hidupnya, meraih impian-impiannya sendiri maupun impian manusia pada umumnya.

Itulah antara lain alasanku mendirikan DIDA wisatabaca : agar ia menyenangi kegiatan membaca. Aku bermimpi pada saatnya nanti, orang akan dihargai berdasarkan pengetahuannya, bukan dari koneksi, kepemilikan harta, tampilan fisik semata.

Saat ini kita memandang seseorang hanya berdasar penampilan, leluhurnya saja. Sedangkan hati nurani manusia, yang oleh nabi Muhammad saw. Disebut sebagai barometer berdosa atau tidaknya seseo, tak dapat dinilai begitu saja seperti penilaian terhadap fisiknya.

Boleh saja penilaian diberikan, tapi cukup disimpan dalam hati saja, tidak perlu mempengaruhi penyikapan terhadap rang yang kita nilai. Kegiatan menaksir, menilai, adalah aktivitas keseharian kita, yang memerlukan latar belakang pengetahuan yang sahih. Apatah lagi kegiatan mengambil sikap hidup ? Jelas ini membutuhkan kualitas keilmuan yang lebih mumpuni.

Begitu banyak hati yang terluka gara-gara penilaian dan penyikapan yang sembarangan, serba memandang rendah, asal-asalan.

Kesimpulannya, pendidikan adalah harapan untuk keluar dari kegelapan yang menyelimuti dunia saat ini. Betapa banyak kesalahpahaman timbul akibat rendahnya latar belakang pendidikan orang-orang yang terlibat di dalamnya.

Tak terhitung jumlahnya perkara menjadi rumit di tangan mereka yang kurang berpendidikan dan kualitas mentalnya pun rendah : birokrasi yang berbelit-belit, manipulasi, penyelewengan di mana-mana adalah akibat itu semua. Jauhkan dari anakku, ya Alloh ...

lintasberita

Senin, 07 Juli 2008

STOP CAPITALISM !

CAPITALISM IS THE MOST DESTRUCTIVE WAY FOR THE BUILDING WORLD. IT MAKES THEM, RICH PEOPLE, BECOME RICHER, AND THE CONTRARY.

CERTAINLY, WHOSE PEOPLE WILL GET CHANCE TO EARN MORE MONEY BY THE SYSTEM ?

THEY MUST BE THOSE WHO HAVE ENOUGH MONEY / CAPITAL FIRST !

THOSE PEOPLE WHO DON'T, CAN NOT GET THE SAME CHANCE (BY A FAIR WAY).

IT IS UNFAIRNESS ROOT IN THE WHOLE WORLD !

IT BECOMES WORSE CAUSED BY EDUCATION SYSTEM, AS THE WAY OUT, IS CAPITALIZED, TOO !

THEN, IT REDUCES HOPE FROM THOSE POOR.

IF YOU WANT TO SEE THEM HAPPY, DONATE AND TRAIN THEM TO MANAGE CAPITAL WHICH CAN BE THEIR WAY OUT TO BETTER LIFE, AND INVITE OTHERS TO DO SO.

WE WILL LIFE TOGETHER SIDE BY SIDE.

SO, WHY DON'T WE START FROM OURSELF ?
lintasberita