ANAK KANGURU NAIK KE KANTUNG INDUKNYA UNTUK ISTIRAHAT DAN MAKAN ("AKU TAHU!" : Asal Tahu Saja, Suranto Adi Wirawan, 2010)

Selasa, 14 Agustus 2012

RINDU PEMIMPIN KARISMATIK (3)


Pemimpin yang pasif apatis hanya akan membuat rakyatnya yang telah disipongangi berbagai centang perenang lingkungannya menjadi beringas. Apalagi penampilan selebriti berbakat di panggung terhormat, konvoi kelulusan sekolah pun menjadi tontonan, pawai arak-arakan sekadar pamer jumlah murid, prestasi sekolah pun dilihat. Orang kita haus tontonan/hiburan, karena para pemimpin serba mendekam dalam zona amannya masing-masing. Padahal banyak kasus hukum yang membutuhkan intervensi seorang presiden, misalnya, namun cukup direspon dengan pernyataan bahwa itu bukan wewenangnya. Rakyat tidak membutuhkan orang yang serba cuci tangan seperti ini.
Sebaliknya, dunia membutuhkan pemimpin-pemimpin yang ‘atraktif’ karismatik, sebagaimana kita merindukan kemanusiaan kita yang hilang ditelan arus globalisasi/industrialisasi. Kita merindukan pemimpin manusia yang memanusiakan rakyatnya. Seorang figur yang tidak memandang orang banyak cuma sebagai komoditas politik, ‘pemilik hak suara’, melainkan sebagai stake holder, ‘pemegang saham’, yang tanpa mereka, negeri/dunia ini tak berarti sama sekali.
Ini berarti, kita tak membutuhkan pemimpin yang duduk manis di menara gading, dipusingi silang sengkarut partainya sendiri, menjadikannya sebagai tawanan politik yang berlindung pada gelontoran uang yang sebenarnya memang milik rakyat. Pemimpin seperti ini sepenuhnya bergantung pada pencitraan, pemanfaatan momentum, blow-up media, kampanye politik, dll. Yang berarti, bukan pemimpin sejati yang lahir untuk rakyat, namun hanya sebagai bagian dari industrialisasi leadership, yang akan segera dilupakan.
lintasberita

RINDU PEMIMPIN KARISMATIK (2)


Masa Kini
Bisa jadi karena globalisasi, reformasi, maka gaya kepemimpinan yang amat dirindukan itu hanya menjadi referensi politik yang tak mungkin terulang kembali. Globalisasi menjadikan segalanya bagai barang kodian. Sebagaimana komoditas industri yang lain semisal fashion, musik, makanan, properti, kepemimpinan pun dikemas dalam kursus-kursus kepribadian, workshop-workshop partai politik, dll. Keunikan menjadi barang langka dalam era globalisasi.
Idola masyarakat pun bergeser dari para pemimpin / pejabat publik ke pemimpin / tokoh industri / globalisasi, termasuk di antaranya para selebriti yang telah disebutkan di muka. Masalahnya ialah, manusia tetaplah manusia : sebuah entitas yang pada awalnya mungkin dapat menerima pengkotak-kotakan (baca : industrialisasi), namun naluri kemanusiaannya pada akhirnya akan merindukan figur panutan/idola yang manusiawi. Selebriti toh penampilan primanya hanya saat di panggung, sewaktu kembali ke jati dirinya tentu berbeda dengan performanya di panggung. Sedang pejabat publik ? Mereka setiap saat harus bersama dengan rakyatnya, sehingga jika ada perbedaan antara penampilan di depan umum dengan kesehariannya, pasti akan ditinggalkan oleh rakyat banyak.

lintasberita

Jumat, 10 Agustus 2012

RINDU PEMIMPIN KARISMATIK (1)


Ketika seorang remaja rela menjual motornya demi bertemu pujaan hatinya, Ariel Peterpan, serta 600 penggemar lainnya bersiap menyambut kebebasannya dari penjara, saya tercenung. Ada apa denganmu, wahai remaja ?
Saat seorang ustadz yang telah bercerai masih berhubungan kelamin dengan mantan istrinya (dan hal ini pun telah diakui ustadz tersebut), kemudian penggemarnya masih menyambutnya sebagai ‘ustadz gaul’ yang ‘bersih’, bahkan ustadz ini tiap hari selama bulan puasa mengisi acara keagamaan di sebuah televisi swasta, saya terhenyak. Ini gejala apa ?
Sebelumnya, sewaktu ustadz yang lain memutuskan untuk berpoligami, ternyata justru ditinggalkan oleh penggemarnya, saya menangis. Inikah kiamat itu ? Ketika nilai/norma dijungkirbalikkan, saat kitab-kitab suci dibiarkan hanya menjadi lembaran-lembaran usang di sudut rumah.
Masa Lalu
Pada masa Adolf Hitler berkuasa di Jerman, pasukan bersenjatanya menjadi pasukan bersenjata yang amat ditakuti di seluruh dunia. Nilai-nilai yang dianutnya begitu dipegang teguh oleh rakyatnya. Begitu ‘atraktif’-nya Hitler sehingga rakyatnya, pada masanya, tidak membutuhkan atraksi yang lain.
Loyalitas pun penuh dipersembahkan bagi pemimpinnya. Hingga kini, kebanggaan sebagai bangsa Arya yang unggul dari bangsa-bangsa lain (dikenal dengan slogan ‘Deutsch über alles’) masih menggejala sebagai fenomena terselubung yang perlu diwaspadai (disebut sebagai aliran NeoNAZI).
Semasa Napoleon Bonaparte memerintah Prancis, hampir duapertiga wilayah Benua Eropa tunduk di bawah kekuasaannya. Para jenderalnya amat setia dan patuh padanya. Hanya kesalahan perhitungan sepele yang membuatnya kalah di Rusia, ini pun bukan oleh pasukan Rusia, melainkan oleh cuaca amat dingin yang melanda Rusia saat itu, sedangkan jenderal-jenderal yang tersisa pada waktu itu tinggal mereka yang telah berusia tua dan tak memiliki pasukan.
Di tanah air, pada waktu Soekarno memimpin, orang amat menantikan orasi-orasinya. ‘Atraksi’ yang paling dikenang darinya adalah kemahiran berorasi hingga digambarkan, jika ia mulai naik podium, maka audiens serentak terdiam, memperhatikan ‘fatwa-fatwa’-nya. Ideologinya pun, Soekarnoisme/marhaenisme, banyak dikagumi oleh bahkan generasi muda yang tak mengalami masa hidup Soekarno.
Tidak terdengar cerita mengenai histeria massa yang lain selain antusiasme melihat pemimpin-pemimpin atraktif karismatik ini. ‘Fatwa-fatwa’ mereka menjadi rujukan, kebijakannya menuai pujian. Orang masih terngiang-ngiang ketika, misalnya, Soekarno menyatakan ‘go to hell with your aids’ atau ‘jasmerah’ (jangan sekali-kali melupakan sejarah), pun ketika ia memutuskan untuk berkonfrontasi dengan Malaysia, menyatakan keluar dari keanggotaan PBB, dll.
Gaya penghormatan Hitler, dengan meneriakkan ‘Heil Hitler!’ sambil mengangkat tangan dan badan yang menjadi ciri khasnya, bentuk kumisnya, kini banyak diikuti para pengagumnya, sebagaimana Napoleon, yang kutipan-kutipannya mengenai kepemimpinan, banyak dicomot oleh para motivator masa kini dalam pekerjaannya.
Pada jamannya masing-masing, orang tidak merasa membutuhkan idola/figur lain. Jadilah mereka legenda yang tak tergantikan. Suasana pun guyub rukun, tak ada wabah konflik sosial, tawuran antar kelompok warga, pelajar, suporter sepakbola atau penonton konser musik. Orang-orang tua yang masih hidup di masa kini mengenang masa-masa itu sebagai kenangan, romansa, yang tak terlupakan. Masa-masa romantis, hangat, ketika pemimpin amat dekat dan dicintai rakyatnya. Orang enggan mengambil tokoh masyarakat lain, selebriti, menjadi idola. Kita merasa cukup dengan ‘atraksi’, kebijakan maupun fatwa pemimpin yang kita cintai.
lintasberita

Kamis, 09 Agustus 2012

Vaio E11, Notebook Grafis Terjangkau


Seri notebook dari Sony, Vaio, selama ini dikesankan dengan harga yang cukup mahal. Kini dengan menggandeng AMD, Sony menghadirkan Vaio E11 dengan harga yang terjangkau. Mempunyai layar 11,6 inci, laptop ini dijual Rp 4,6 juta.

Meskipun ditawarkan dengan harga yang terjangkau, Sony dan AMD mengklaim bahwa laptop ini memberikan keunggulan, terutama pada aspek prosesor grafis. »Vaio E11 adalah kategori everyday PC dengan bonus Radeon,” kata Country Head AMD Indonesia, Hermawan Sutanto, saat acara peluncuran di Immigrant Cafe, Plaza Indonesia, Selasa, 7 Agustus 2012.

Vaio E11 merupakan notebook pertama di Indonesia yang didukung AMD E2 Accelerated Processing Unit (APU) edisi 2012. Karena itu, kata Hermawan, laptop ini mempunyai fitur yang tidak kalah dengan produk di atasnya dengan harga yang lebih mahal.

Prosesor AMD E2 edisi 2012 terintegrasi dengan prosesor grafis dari keluarga AMD Radeon seri HD 7000. Dengan keunggulan di bidang grafis, Vaio E11 tetap memberikan kemampuan baterai, yakni daya tahan sekitar 4,5 jam.

Hermawan mengatakan lewat generasi kedua prosesor AMD ini, kinerjanya dilipatgandakan, tetapi konsumsi energi yang lebih rendah. »Performa dengan per watt yang lebih kecil,” katanya. Selain itu, berkat adanya teknologi OpenCL memungkinkan prosesor grafis untuk memperkuat aplikasi nongrafis sehingga kemampuan prosesor menjadi lebih maksimal.

Product Manager Sony Indonesia, Leo Marathon, mengatakan kemampuan grafis Vaio E11 diperkuat dengan adanya peranti lunak Adobe Photoshop Elements 10 versi penuh. »Ini yang membuat Vaio E11 superior di grafis,” katanya.

Spesifikasi Vaio E11:
Prosesor: AMD E2-1800 APU 1.7GHz
Sistem Operasi: Windows 7 Home Basic 64-bit
Memori: 2GB DRR3
Penyimpanan: 320 GB HDD SATA
Optical Drive: -
Grafis: AMD Radeon HD 7340M
Layar: 11.6 inci (1366x768 piksel)
Port: USB 2.0 (2), USB 3.0 (1), HDMI Out
Baterai: Lithium Ion
Ukuran: 290 x 23.5 - 31.5 x 203.5 mm
Berat: 1,5 kg (plus baterai)

(Diambil dari : TEMPO.CO)

lintasberita