Barangkali benar, sistem pendidikan nasional dewasa ini
sekadar meneruskan sistem yang sama diterapkan pada masa kolonial dahulu.
Saat itu, penjajah lebih mementingkan sekolah-sekolah
bentukannya sendiri, yang kemudian hari disebut sebagai sekolah negeri.
Sebaliknya, lembaga-lembaga pendidikan rintisan masyarakat disebut dengan wilde scholen, ‘sekolah liar’, yang
kemudian disebut sekolah swasta (“Sejarah Pendidikan Indonesia”, S. Nasution,
PT. Bumi Aksara, 2008).
Apa yang terjadi semenjak pemerintah kolonial mendirikan
sekolah-sekolahnya pada pertengahan tahun 1700-an ? Justru penjajahan semakin
langgeng, karena sekolah-sekolah negeri bentukan Belanda hanya menjadi
perlambang status sebagai bagian masyarakat yang terhormat. Anak-anak sekolah
bentukan Belanda acapkali kemudian menjadi pegawai pemerintah penjajah yang
sering mengkhianati bangsanya sendiri dan, sebaliknya, menjilat muka penjajah.
Bagaimana pula yang terjadi ketika masyarakat mulai
berinisiatif mendirikan sekolah-sekolah, yaitu Taman Siswa yang berorientasi
nasionalisme dan Muhammadiyah yang bersifat keislaman, pada awal tahun 1900-an
? Sejak saat itu lahirlah generasi terdidik yang kemudian mendirikan
organisasi-organisasi pergerakan bangsa yang lebih modern dan terorganisir, dan
pada saatnya memproklamirkan kemerdekaan bangsa.
Perjuangan rakyat yang sekian ratus tahun
menemui jalan buntu, pada waktu itu mendapati momentumnya justru ketika
masyarakat berinisiatif mendidik dirinya sendiri dengan mendirikan
lembaga-lembaga pendidikan yang oleh pemerintah kolonial pada saat itu disebut
dengan ‘sekolah liar’.