Haru-biru Ujian Nasional (UN), dari tingkat pendidikan
dasar, menengah, hingga atas, menimbulkan pertanyaan yang mungkin tak akan
terjawab dengan memuaskan : apa sih sebenarnya tujuan dari segala kepayahan ini
? Sepadankah hasilnya ?
Segala daya upaya ditempuh demi kelulusan dari UN, mulai
dari kasak-kusuk murid memburu bocoran soal, doa bersama di sekolah-sekolah,
menghadirkan orangtua murid dan pembicara bahkan motivator untuk membangkitkan
semangat belajar peserta didik, shalat malam bahkan hingga menginap di sekolah
agar mereka terkondisikan ‘siap uji’.
Suatu kali bahkan saya membaca berita di internet
betapa di sebuah sekolah di Jawa Timur, usai diadakan acara istighosah, sang
kyai didaulat untuk memberi doa-doa selain kepada para calon peserta UN, juga
pensil-pensil yang akan mereka pakai untuk ujian diberi rajah berupa tulisan
Arab, demi mensugesti agar ujian dijalani dengan hati mantap, dada lapang,
pikiran terbuka, sehingga hasilnya pun akan sesuai harapan.