ANAK KANGURU NAIK KE KANTUNG INDUKNYA UNTUK ISTIRAHAT DAN MAKAN ("AKU TAHU!" : Asal Tahu Saja, Suranto Adi Wirawan, 2010)

Rabu, 09 September 2015

HARU BIRU UN (3)

Kenyataan di Lapangan
Akibat kebijakan pemerintah yang masih belum terarah membentuk suatu sistem pendidikan nasional jangka panjang, maka timbullah perilaku lembaga penyelenggara pendidikan yang selama ini dikeluhkan masyarakat. Dari proses pembelajaran di kelas-kelas yang monoton, guru yang mangkir dari tugas mengajarnya, hingga mengakibatkan peserta didik pun terlantar, atau bahkan tawuran, karena tidak adanya program pengajaran yang konsisten.
Kegiatan try out menjelang ujian nasional pun ternyata diagendakan bukan hanya satu kali, namun paling tidak 4 (empat) kali, yaitu tingkat daerah binaan, kecamatan, kota/kabupaten, dll. Seorang siswa sekolah dasar bahkan menyatakan bahwa dirinya telah mengikuti sembilan kali try out UN tahun ini. Opo tumon ? Jangankan sembilan kali, try out satu kali saja menyiratkan ketidaksiapan institusi pendidikan untuk mengikuti ujian nasional.
Sungguh menyedihkan, Hari Pendidikan Nasional setiap tanggal 2 Mei dirayakan, berbagai seminar pendidikan digelar, pelatihan guru dipusatkan di kantong-kantong pendidikan, inovasi pembelajaran diekspresikan, kurikulum pun berganti-ganti secara periodik, namun dunia pendidikan kita masih berorientasi pragmatis pada nilai-nilai akademik yang kosong.

Sistem Pendidikan Terbaik
Bagaimana dengan yang terjadi di belahan dunia lain ? Sedikit cuplikan mungkin dapat disebutkan di sini bahwa, di negeri yang berdasarkan survei menerapkan sistem pendidikan terbaik di dunia, ‘kunci kesuksesan Finlandia dalam memperbaiki sistem pendidikannya adalah mereka tidak mengejar keunggulan akademis (excellence), tapi kesetaraan (equity).
Setiap anak harus memiliki kesempatan yang sama untuk belajar, tanpa melihat latar belakang keluarga, pendapatan, atau lokasi geografis. Pendidikan utamanya bukanlah cara untuk menghasilkan individu yang cerdas, tetapi sebagai alat untuk meratakan kesenjangan sosial. Keunggulan akademis bukanlah prioritas khusus bagi Finlandia, tetapi Finlandia berhasil menciptakan keunggulan akademik melalui fokus kebijakan pada kesetaraan.’ (http://www.sekolahdasar.net/2013/03/karakteristik-sistem-pendidikan-terbaik.html#ixzz2NLiCpgP7, diakses Senin 4 Mei 2015).
Demikianlah, barangkali kita memiliki banyak anak cerdas, namun belum tentu mereka cakap dalam life skill. Setiap tahun kita menciptakan juara-juara jambore pramuka baru, namun ketahanan hidup mereka di alam liar perlu diuji. Sistem pendidikan yang baik tidak merancang program pengajaran mercusuar, melainkan membuat sistem kaki-kaki penyangga pembangunan yang walau kecil atau remeh temeh, namun karena terprogram dengan baik, penyangga-penyangga kecil itu pun menjadi gemuk dan kuat tak mudah goyah.
Sistem pendidikan yang baik terdiri dari sinergi mur dan  baut pendidikan yang kokoh, tidak memimpikan bangunan menara yang menjulang tinggi. Sinergi yang terpadu ini menghasilkan unit blok mesin pendidikan yang subur, dan dari blok-blok mesin pendidikan yang subur ini barulah muncul tunas-tunas peserta didik yang bernas, sehat dan menyehatkan.
Jika dianalogikan ke dalam sistem pendidikan kita, seharusnya sistem pendidikan tidaklah berupaya menciptakan lampu yang terang benderang, namun meratakan nyala lilin di setiap titik jejaring pendidikan, agar jika satu nyala mati, masih ada ribuan lilin lain yang masih bertahan meneruskan estafeta pembangunan. Adapun yang terjadi dewasa ini adalah, kita berharu-biru menyalakan lampu mercusuar, setelah itu kita padamkan sendiri, mengumpulkan daya upaya untuk penyalaan lampu waktu berikutnya. Orangtua dan murid berupaya maksimal agar si anak bisa lulus UN, namun etos pendidikan setelah itu tidak dipertahankan (antara lain tampak dari pesta konvoi pelajar dan corat-coret baju seragam sekolah tiap usai UN). Suatu ritus besar, yang hasilnya tidak sepadan.


Penulis, mengajar di MI Al—Islamiyah
Yayasan Syi’arul Islam, Panggung, Tegal
lintasberita

Minggu, 06 September 2015

HARU BIRU UN (2)

Kenyataan di Lapangan
Akibat kebijakan pemerintah yang masih belum terarah membentuk suatu sistem pendidikan nasional jangka panjang, maka timbullah perilaku lembaga penyelenggara pendidikan yang selama ini dikeluhkan masyarakat. Dari proses pembelajaran di kelas-kelas yang monoton, guru yang mangkir dari tugas mengajarnya, hingga mengakibatkan peserta didik pun terlantar, atau bahkan tawuran, karena tidak adanya program pengajaran yang konsisten.
Kegiatan try out menjelang ujian nasional pun ternyata diagendakan bukan hanya satu kali, namun paling tidak 4 (empat) kali, yaitu tingkat daerah binaan, kecamatan, kota/kabupaten, dll. Seorang siswa sekolah dasar bahkan menyatakan bahwa dirinya telah mengikuti sembilan kali try out UN tahun ini. Opo tumon ? Jangankan sembilan kali, try out satu kali saja menyiratkan ketidaksiapan institusi pendidikan untuk mengikuti ujian nasional.
Sungguh menyedihkan, Hari Pendidikan Nasional setiap tanggal 2 Mei dirayakan, berbagai seminar pendidikan digelar, pelatihan guru dipusatkan di kantong-kantong pendidikan, inovasi pembelajaran diekspresikan, kurikulum pun berganti-ganti secara periodik, namun dunia pendidikan kita masih berorientasi pragmatis pada nilai-nilai akademik yang kosong.
lintasberita

Senin, 25 Mei 2015

HARU BIRU UN (1)

Haru-biru Ujian Nasional (UN), dari tingkat pendidikan dasar, menengah, hingga atas, menimbulkan pertanyaan yang mungkin tak akan terjawab dengan memuaskan : apa sih sebenarnya tujuan dari segala kepayahan ini ? Sepadankah hasilnya ?
Segala daya upaya ditempuh demi kelulusan dari UN, mulai dari kasak-kusuk murid memburu bocoran soal, doa bersama di sekolah-sekolah, menghadirkan orangtua murid dan pembicara bahkan motivator untuk membangkitkan semangat belajar peserta didik, shalat malam bahkan hingga menginap di sekolah agar mereka terkondisikan ‘siap uji’.
Suatu kali bahkan saya membaca berita di internet betapa di sebuah sekolah di Jawa Timur, usai diadakan acara istighosah, sang kyai didaulat untuk memberi doa-doa selain kepada para calon peserta UN, juga pensil-pensil yang akan mereka pakai untuk ujian diberi rajah berupa tulisan Arab, demi mensugesti agar ujian dijalani dengan hati mantap, dada lapang, pikiran terbuka, sehingga hasilnya pun akan sesuai harapan.
lintasberita