ANAK KANGURU NAIK KE KANTUNG INDUKNYA UNTUK ISTIRAHAT DAN MAKAN ("AKU TAHU!" : Asal Tahu Saja, Suranto Adi Wirawan, 2010)

Jumat, 28 Maret 2014

GURU PRAKTISI (3)

Hiruk-pikuk konstelasi politik di tanah air membuktikan betapa bangsa ini masih (lebih) menggandrungi dunia politik, dan menjadikannya sebagai panglima. Orang lebih memandang politik sebagai penentu masa depan bangsa ketimbang bidang lain. Ini berarti secara langsung politik dihadapkan dengan bidang pendidikan, apalagi mengingat apa yang diajarkan kedua bidang kehidupan ini berhadapan secara diametral.
Sebagai contoh, jika dunia pendidikan berpendapat bahwa 1 + 1 = 2, maka dalam dunia politik hasilnya bisa 2, 5, 1 milyar, amat multitafsir. Bila dunia pendidikan mengajarkan ibukota negara adalah DKI Jakarta, maka realitas politik menciptakan raja-raja kecil yang membentuk ‘pemerintahan sendiri’ dengan ibukota yang ditentukan masing-masing, bisa Cikeas, bisa markas besar tentara, bisa markas produksi narkoba, dll.
Dalam dunia pendidikan, rakyat merupakan pemilik sah kedaulatan bangsa, namun dalam realitas politik, empunya kedaulatan bisa penguasa, pengusaha bermodal besar, aparat keamanan, dll. Tergantung konteks dan interesnya. Dunia pendidikan menawarkan idealita yang mendekati utopis, sedang percaturan politik menyuguhkan realita pragmatis.
Tinggallah guru, di tengah-tengahnya, menjadi pelanduk pelengkap penderita yang menelan kepahitannya sendiri. 
lintasberita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comment here ..