Suatu kali pernah terdetik gagasan, untuk
mengajar dengan kostum superhero, misalnya, daripada memakai baju safari atau
uniform yang digariskan pemerintah. Ini karena superhero
adalah tokoh yang diidolakan anak-anak, ‘fatwa-fatwa’nya didengar, bahkan baju
yang pernah dipakainya pun dijual mahal. Pernah juga
terbayang untuk mengajar murid-murid di pasar, stasiun, rumah sakit atau tempat-tempat umum
yang lain, sebagai upaya mendekatkan mereka dengan realita keseharian yang
diajarkan. Ini karena, realita
keseharian, permasalahan, akan lebih dikenali dari
dekat ketimbang (menjejalkan) teori-teori yang paling-paling akan dianggap kosong belaka.
Celakanya, ini hanyalah angan mewah di
negeri yang kian disipongangi oleh kabar tawuran antar kelompok warga,
pernikahan besar-besaran selebriti dengan foto prewedding yang ‘wah’, pesiar anggota dewan ke luar negeri, juga
merebaknya video porno pelajar. Kapal retak ini kian membusuk, dikelindani oleh
kesulitan ekonomi berkepanjangan, dan akan segera menjadikannya barang rongsok
yang diobral pun tak laku.
Pesimiskah
? Justru ini harus dijadikan tantangan, cakra manggilingan, yang akan
membawa kapal pendidikan ke lautan damai. Superhero tak lahir dari rahim subur tanpa
kendala, melainkan dari mereka yang mampu mengenali masalah dan menemukan
formula solusi yang tepat untuknya. Guru super tak mungkin berasal dari sistem
pendidikan yang telah dipenuhi fasilitas, melainkan dari situasi krisis yang
bahkan tak memungkinkannya untuk mengajar.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Comment here ..