ANAK KANGURU NAIK KE KANTUNG INDUKNYA UNTUK ISTIRAHAT DAN MAKAN ("AKU TAHU!" : Asal Tahu Saja, Suranto Adi Wirawan, 2010)

Rabu, 02 April 2014

MENIMBANG PROPINSI "NGAPAK" (1)

Wacana pembentukan Propinsi Banyumas tempo hari yang sempat mereda kian mengemuka pada musim mudik lebaran yang baru lalu. Beberapa hal dapat disebutkan sebagai penyebabnya. Mulai dari karakteristik penduduk, dialek bahasa, hingga potensi alam masing-masing  daerah.
Dilihat dari segi karakteristik manusianya, penduduk daerah-daerah berbahasa ngapak (Tegal, Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara dan sekitarnya) nyata-nyata lebih egaliter, lugas, dibanding penduduk di bagian timur Propinsi Jawa Tengah yang saat ini menjadi tempat bernaung.
Di Tegal, misalnya, orang biasa memanggil teman akrabnya dengan menyebut “asu” (anjing), “bangset” (bangsat), sekadar untuk menjaga keintiman dengan temannya. Orang Tegal tak suka dengan segala macam formalitas semu. Terasa berbeda dengan penduduk daerah lain yang serba penuh kepura-puraan, pasemon, formalitas, serta eufemisme bahasa. Hal ini sangat terasa ketika berlangsung moment-moment pertemuan penduduk antar daerah seperti pada lebaran yang lalu.
Sekadar catatan saja, gejala eufemisme bahasa sempat dituding sebagai penyebab merebaknya kriminalitas, konflik horisontal, serta ketidakberdayaan hukum. Penghalusan bahasa membuat orang enggan menyebut yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Pada gilirannya, koruptor pun diberi remisi lebaran (yang memunculkan polemik pula, karena dirasa mencederai rasa keadilan masyarakat), bahkan banyak pula yang dibebaskan, atau dijatuhi hukuman minimal, karena selama ini yang bisa berkorupsi biasanya pejabat dan mantan pejabat yang dipandang banyak berjasa bagi rakyat banyak. Semuanya dengan dalih kemanusiaan, kehalusan, anti kekerasan.
lintasberita

1 komentar:

Comment here ..